Dipandang dari udara, skala kehancuran akibat bencana gempa yang disusul tsunami itu begitu jelas. Sejumlah gambar, lima hari sesudah terjangan gempa dan tsunami, tampak dari atas.
Hak atas fotoGetty ImagesImage caption Di desa di pesisir Palu ini sejumlah orang sedang menyiapkan berlangsungnya sebuah festival, sekitar satu setengah jam sevelum gempa dantsunami menghantam dan meluluh-lantakannya. Hak atas fotoGetty ImagesImage caption Sejumlah orang mengais-ngais puing, mencari apa pun yang mungkin masih berharga dan berguna untuk mereka, kaum penyintas. Hak atas fotoAFPImage caption Saat kita kehilangan segalanya, benda-benda kebutuhan dasar seperti lembar plastik atau peralatan plastik bisa sangat berguna. Kendati untuk menemukan dan mendapatkannya bisa cukup berbahaya. Hak atas fotoReutersImage caption Gambar satelit yang menunjukkan pesisir Palu yang berbentuk tapal kuda menunukkan betapa rentannya kota itu terhadap tsunami. Ombak bergulung melipatgandakan daya hancur, kecepatan dan ketinggiannya saat menggemuruh menerjang teluk. Hak atas fotoReutersImage caption Lereng bukit ini mengalami apa yang disebut likuifaksi, yakni ketika tanah dan sedimen menggembur dan brupbah jadi seperti bubur cair, yang menelan pemukiman di atasnya. Hak atas fotoGetty ImagesImage caption Lebih dari 1200 orang dinyatakan tewas sejauh ini -trlalu banyak untuk dimakamkan secara sendiri-sendiri. Terlebih dalam situasi darurat. Maka pemakaman masal adalah satu-satunya yang masuk akal -mengingat sebagian mayat juga sudah mulai membusuk. Hak atas fotoGetty ImagesImage caption Dicemaskan, banyak orang terkubur di bawah puing dan reruntuhan. Tim BBC di Palu menyebut, bau busuk tercium cukup menyengat. Hak atas fotoGetty ImagesImage caption Bandara Palu mulai beroperasi, utamanya untuk bantuan kemanusiaan, dan buat mengangkut para penyints, khususnya yang mengalami luka. Namun begitu banyak warga memenuhi bandara untuk bisa terbang keluar Palu, dengan pesawat Hercules milik militer.
Tim BBC News Indonesia di Palu dan Donggala: Heyder Affan, Rebecca Henschke, Oki Budhi, Haryo Wirawan.